Category: Travel

  • Chai Experience

    Belum pernah terpikir untuk mengunjungi India. New Delhi saja tidak, apalagi Bangalore. Tapi, minggu lalu ada beberapa pertemuan yang perlu dilakukan di sana, mengunjungi tim Sleekr di Bangalore, mengunjungi perusahaan sejenis Sleekr di sana untuk berbagi pengalaman. Punya ‘feeling’ tidak enak karena salah satu engineer Sleekr, Rahul, pernah mengatakan bahwa ia sangat kagum dengan Jakarta, menurutnya infrastruktur di Jakarta belasan tahun lebih maju daripada Bangalore dan India, dan fakta bahwa ia sangat kagum dengan Grand Indonesia Mall.

    Ngambil flight yang cukup nyaman, berangkat jam 2 dari Jakarta dan tiba jam 10an di Kempegowda International Airport. Bandaranya sendiri cukup wah, tidak besar, tetapi modern. Perlu mengurus e-visa sebelum berangkat ke sana. Dengan e-visa prosesnya mudah, cukup ke konter imigrasi khusus e-visa, antri, dan tidak ada pertanyaan apapun.

    Dari sana memesan Uber sudah sangat gampang dan tidak perlu sembunyi-sembunyi kaya di CGK. Ada Uber Zone dan ground crew Uber yang siap membantu. Always be hustlin’!

    Begitu Toyota Etios-nya sampai, langsung masuk ke bangku belakang. Eh, si driver “Oooo why sit back, sit here, friend. Friend. Friend. Front…”, sambil nunjuk bangku di sampingnya. Langsung kepikiran, jangan-jangan di India, ga sopan duduk di belakang. Pindah ke depan. Lokesh, si driver, rupanya ga bisa Bahasa Inggris. (-.-“)

    Sepanjang perjalanan tidak nyalain AC, malah buka jendela, suhu sekitar 20 C, ngebut ga karuan, zig zag, klakson sana sini ga jelas, padahal ga ada yang perlu diklakson sama sekali. Walaupun sudah dicap istri sebagai heavy-honker, saya tidak pernah honking sebanyak itu. Sempat pula ngobrol 20an detik dengan penjaga tol, sampai diteriakin (dan diklakson) beberapa mobil di belakang. Lokesh, Lokesh…

    Tiba di hotel, tidak ada yang berbeda dengan hotel jaringan internasional lainnya. Semua lancar.
    Ini dia penampakan Bangalore alias Bengaluru dari outer ring road (yah, semacam JORR). Kebetulan tinggal agak ke pinggir karena ada beberapa pertemuan yang lebih dekat ke sini, termasuk area White Field yang kabarnya semacam IT park.

    Di sana, bajaj adalah pemandangan umum. Dan berbeda dengan bajaj di sini yang berisik, bajaj di Bangalore punya mesin yang lebih senyap, dan juga ngebut. Kecepatannya bisa 50-70 km/jam.

    Dan, sebagai Silicon Valley-nya India, bajaj di sini menerima cashless payment.

    Hari kedua sampai keempat diisi dengan keliling dengan Uber ke beberapa tempat pertemuan. Dengan pengalaman berkendara yang nyaris sama. Beberapa kali hampir muntah. Literally.

    Saat diskusi dengan tim Sleekr kemarin, Rahul memesan chai dari Chai Point yang katanya lagi beken di Bangalore dan beberapa kota besar di India. Dan ternyata minuman ini sangat enak. Segar ๐Ÿ™‚ Minuman ini disajikan di Chai Flask, diantar langsung ke kantor lengkap dengan cups kecil ini.

    Baru tahu ada yang namanya fulka, mirip dengan plain prata. Dan rupanya, jika ditanya ke orang India asli, mereka merasa plain prata dan egg prata di Singapore atau Malaysia sama sekali ga sama dengan prata asli India. Prata asli India ada isinya, seperti kentang. Yaiks, ga cocok dengan selera.

    Lagi banyak pembangunan infrastruktur seperti jalan, jembatan di Bangalore. Sepintas kotanya rada semrawut, pinggiran jalannya juga rada berantakan.

    Di Jakarta, umumnya iklan badut dan MC pesta, di sini tidak. Ga banyak yang cari badut di sini.

    Setelah di sana 2 hari, jadi merasa bahwa Jakarta, bahkan Serpong jauh lebih menyenangkan. Kalau ke Tokyo, jelas sedih melihat ibukota kita. Tetapi setelah melihat Bangalore, merasa beruntung juga bisa tinggal dan atau bekerja di Jakarta.

    Kadang yang suka mengeluh tentang Jakarta cuma kurang bersyukur dan kurang melihat kota lain.

    Ada yang menarik memang sebagai kota yang beken dengan IT-nya. Media utama di sini punya halaman khusus untuk tech, disruptive companies, maupun startups, ini contohnya.

    Untuk yang berencana ke sana apalagi lebih dari seminggu, baiknya siapin paket internet roamingnya, siapin juga obat anti pusing, dan bawa beberapa makanan dari Indonesia ๐Ÿ™‚

  • Jalan Jalan ke Pondok Rasamala

    Pondok Rasamala iniย merupakan satu dari beberapa kompleks villa yang ada di dalam kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Karena lokasinya, hawanya sangat sejuk sepanjang hari. Bahkan sore hingga dini hari, suhu sangat dingin hingga mandi tanpa air hangat adalah suatu keterpaksaan.

    Dari Jakarta, perjalanan menuju lokasi seharusnya bisa ditempuh sekitar 3-4 jam tergantung kemacetan. Pada saat menuju lokasi, kami menggunakan Bogor Ringroad, dan kemudian (more…)

  • Cerita Kawa Daun dan VOC

    Oleh-oleh paling menarik dari jalan-jalan adalah cerita. Jalan-jalan 4 hari ke Sumatera Barat akhir tahun 2015 ini, saya mendengar dan membaca banyak cerita, semuanya seru dan seperti membawa kita ke ratusan tahun lalu.

    Beruntung, mertua adalah orang Sumbar yang mengetahui banyak cerita, termasuk soal jalan yang dibangun Belanda lewat kerja rodi untuk menghubungkan pelabuhan tersohor Teluk Bayur dengan kilang minyak di Riau. Dan banyak cerita lain. Sebagian rasa penasaran bisa dipenuhi juga dari Google. Ada satu cerita menarik tentang istilah Minangkabau, tetapi saya akan menulisnya di artikel lain tentang Kerajaan Pagaruyung melawan Kerajaan Majapahit. (more…)

  • Luwuk Trip

    Sekitar 7 tahun lalu sempat ada urusan kantor di Makasar, sempat diajak klien ke kedai kopi yang katanya sudah jadi legenda di sini, Phoenam. Kemudian sempat ada beberapa kali lagi ke Makasar, termasuk transit ke Papua, tetapi ya sudah lama sekali.

    Nah, setelah sekian lama, akhirnya ke Sulawesi lagi. Transit di Makasar sejam dan mampir di outlet Phoenam di Bandara, sebelum melanjutkan penerbangan dengan ATR-72-nya Garuda Indonesia ke kota kecil bernama Luwuk.

    2014-11-02 15.57.57

    Pengalaman unik lainnya adalah pesawat Garuda yang kami tumpangi berkapasitas 80 penumpang, sementara penumpang pada penerbangan kali ini sekitar 20. Apa yang unik? Pada saat boarding, saya yang sudah check in di kursi nomor 3 dari depan, diberitahu bahwa saya termasuk penumpang yang dipindahkan ke belakang. Why? Ternyata agar pesawat seimbang. Glek. Baru kali ini mengalami kejadian ini. Cukup mengerikan. Mengingat, tanpa dibilang seperti itupun kita sudah cukup serem naik pesawat yang lama perjalanannya tergantung kecepatan dan arah angin.

    2014-11-02 17.26.49-2

    Luwuk ditempuh sekitar 1 jam 20 menit dari Makasar. Bandara Luwuk (LUW) ini namanya Syukuran Aminudin Amir. Ga dapat info arti namanya, mungkin bandara ini dibangun dalam rangka syukurannya Pak Aminudin.
    Bandara ini sangat kecil, tetapi jauh lebih baik daripada Malang. Sepertinya ini bukan eks militer, tetapi lebih ke bandara perintis untuk penerbangan terbatas. Sekarang sudah ada beberapa penerbangan terjadwal setiap harinya. Bandara ini sepintas mengingatkan akan bandara Supadio di Semarang, runway persis di tepi laut. Nice view.

    2014-10-31 16.31.49-1

    Setelah tiba, supir dari klien sudah menjemput. Berhubung sudah jam 5an sore, langsung saja saya dan rekan meminta diantarkan ke tempat makan paling enak di Luwuk. Katanya sih Rumah Makan Maros, yang menyediakan ikan bakar segar. Slurp.

    2014-10-31 16.57.55

    Rumah makan ini ada di tepi laut, viewnya asyik ya.

    Dan ikan bakarnya (sialnya lupa difoto), adalah kerapu bakar terenak yang pernah mampir ke lidah ini. Maknyoos. Makjanggg mungkin kalau keluar dari mulut orang Pekanbaru ๐Ÿ™‚

    Today and tomorrow are going to be a tough day. Need to bring the awareness of teamwork in project management. Wish us luck!ย  Post event update: we have delivered perfectly fine.

    View from our hotel:
    2014-11-01 05.52.31

  • Jalan Jalan ke Tasikmalaya

    Kalau kemarin sudah ke Ciamis dan mengalami sedikit cultural shock, maka kali ini saya sudah memikirkan secara seksama langkah-langkah yang harus dilakukan. Saya dan Ike kemudian memutuskan untuk meninggalkan Ciamis 2 malam. Tinggal di Hotel Santika, yang merupakan the best in town. Kasihan juga dengan Ike yang selama 2 minggu tidak melihat peradaban. Apalagi Aiden, kalau di Bandung, setiap minggu selalu melihat keramaian di PVJ, kali ini hanya melihat 3 ekor kucing dan beberapa ekor ayam.

    2013-10-12 19.27.09

    Tasikmalaya bisa ditempuh hanya dalam 30 menit. Kota ini jauh lebih berkembang daripada Ciamis. Tidak jelas apa yang membuat Tasikmalaya lebih berkembang. Keduanya sama-sama ibukota Kabupaten, kalau tidak salah ya. Keduanya bukan berada di pesisir pantai dan keduanya sama-sama dilintasi jalur kereta api (saya akan cerita lagi pengalaman naik kereta api) plus Jalan Nasional. Jadi secara geografis seharusnya sih seimbang, tapi perkembangannya berbeda. Mungkin juga sih dari awal sudah beda.

    Di Tasik, yang bisa dilakukan lebih beragam, mulai dari wisata kuliner, arena bermain seperti waterpark, ada mal dan shopping center, dan cukup banyak international brands, misalnya McDonald’s, KFC, Pizza Hut, Breadtalk. Sekilas, miriplah dengan Pekanbaru.

    Untuk wisata, yang bisa dicoba adalah Situ Gede dan Gunung Galunggung. Keduanya mudah diakses. Gunung Galunggung dalam 30 menit dan Situ Gede dalam 10 menit.

    2013-10-13 09.18.51

    2013-10-13 09.23.59

    Di Situ Gede, aktivitas yang direkomendasi cuma 2, naik perahu keliling situ dan makan ikan bakar. Not bad.

    Gunung Galunggung mestinya lebih keren. Hanya saja, untuk mencapai viewing spot untuk kawah, harus menaiki anak tangga sebanyak 620. Berhubung yang dibawa adalah Aiden yang pastinya minta digendong (he is now 15-16 kgs), plus pregnant wife, rasanya ini misi yang bisa ditunda ๐Ÿ™‚

    Look at the stair:
    2013-10-13 10.51.58

    Nah, paling seru soal kuliner. Ada beberapa yang bisa saya rekomendasikan. Yang pertama tentu saja adalah RM Saung Hegar Sari. Restoran dalam format saung ini makanannya menurut saya enak, ayam cabe hijau, sate maranggi, sup gurame, semua enak. Suasananya juga pas, adem, dan sangat enak buat makan rame-rame sambil ngobrol. Top lah tempat ini. Lokasi di Jalan BKR, setelah di BKR tanya saja ke siapa saja yang bisa ditemui.

    2013-10-14 13.03.04

    Rekomendasi kedua, ini selain lokasinya pas, yaitu persis di seberang Hotel Santika, juga karena sajiannya emang top. Namanya, Sop Ayam Pak Min Klaten / Pak Sipit. Sop ini benar-benar sedap. We had it like two days in a row ๐Ÿ™‚ Saking sukanya. Sekalian sebenarnya mau cari yang mana Pak Sipit ini dan mau adu sipit. Sayangnya Pak Sipit ini ga pernah keliatan.

    Ada beberapa makanan yang sudah diuji juga. Mie Baso Gunung Pereng yang katanya kesohor. Rasanya sih biasa saja. I’m a noodle person. I know what I’m talking about. Their noodle is over-rated by some and tasted average. Cara masaknya masih tradisional, pakai arang! ๐Ÿ™‚

    2013-10-13 12.47.30

    Kalau mau mencari makanan yang khas Tasik, jawabannya adalah Tutug Oncom alias TO. Nasi TO ini menurut saya sih enak. Pas baca-baca di blog lain, ternyata Nasi TO ini adalah makanan pas zaman susah. Berhubung tidak bisa beli lauk, akhirnya mereka cuma mencampur oncom dengan nasi, dan mereka tidak tahu kenapa tiba-tiba Nasi TO ini malah kemudian populer dan jadi ciri khas Tasik. Di Santika sih tiap sarapan selalu ada menu ini. I kinda like it.

    Overall, Tasik is liveable.