Category: No Kidding

  • Cerita Dompet si Pedagang

    Ceritanya seorang pengemis menemukan sebuah dompet kulit yang tercecer di pasar. Ia membukanya dan menghitung bahwa dompet itu berisi 100 keping emas. Tiba-tiba ia mendengar teriakan seorang pedagang di pasar tersebut, “Hadiah! Hadiah! Saya akan memberikan hadiah ke siapapun yang menemukan dompet kulit saya!”

    Sebagai orang yang jujur​​, pengemis inipun menghampiri pedagang tersebut dan menyerahkan dompet, “Ini dompet Anda. Apakah saya kini berhak atas hadiah?”

    “Hadiah?” kata orang itu sambil menghitung emas dalam dompet. “Seharusnya ada 200 keping emas di dalam dompet ini. Kau sudah mengambil lebih besar dari hadiah yang rencananya akan saya berikan! Pergi atau aku akan lapor polisi!”

    “Saya orang yang jujur​​,” kata pengemis tersebut. “Mari kita selesaikan saja hal ini di pengadilan.”

    Di pengadilan, hakim sabar mendengarkan kedua sisi cerita dan berkata, “Baiklah, saya percaya pada kalian berdua. Kita bisa menegakkan Keadilan di kasus ini! Pedagang, Anda menyatakan bahwa dompet Anda hilang berisi 200 keping emas. Nah, itu nilai yang cukup besar. Tapi, dompet yang ditemukan oleh pengemis ini hanya berisi 100 keping emas. Oleh karena itu, ini bukanlah dompet kamu yang tercecer.”

    Kemudian hakim memberikan dompet dan semua isinya untuk si pengemis.

    Saya membaca cerita ini di blog Story Arts. Sungguh cerita yang menginspirasi. What yours is yours. Ini merupakan reminder bagi kita semua untuk jujur dan memegang janji kita sendiri. Semoga cerita ini bermanfaat bagi Anda. Share if you like.

  • Analysis Paralysis

    Suatu saat, seekor lipan (yang kakinya banyak) mengejar seekor laba-laba. Kemudian laba-laba berhenti, menoleh sejenak, dan bertanya kepada si lipan, “Saya kagum dengan Anda. Bagaimana Anda mengkoordinasikan semua kaki-kaki?”

    Lipan itu menjawab, “Saya tidak tahu. Saya tidak pernah memikirkan hal itu sebelumnya.” Kemudian, laba-laba kembali berlari, dan lipan mencoba untuk mengejar, tetapi kali ini ia tidak mampu karena ia tidak bisa membuat kakinya berjalan dengan baik lagi.

    Kakinya saling tersangkut karena ia sibuk memikirkan mana yang kiri dan mana yang kanan, mana yang duluan dan mana yang harus serentak!

    Cerita ini ada dalam banyak versi, tapi pesan yang ingin disampaikan adalah berpikir atau analisa berlebih justru merugikan. Kondisi ini dikenal dengan istilah analysis paralysis atau paralysis of analysis. Dalam kondisi ini, justru keputusan apalagi tindakan/action tidak muncul. Sebuah keputusan memang bisa dipikirkan secara detail dari berbagai sudut pandang, berbagai pilihan, berbagai kemungkinan. Saat kita terus berusaha mencari solusi paling maksimal, kadang yang terjadi adalah kondisi ini.

  • Tips: Cara Bertanya – Asking The Right Questions

    “If you do not know how to ask the right question, you discover nothing.” ~ Edward Deming

    Apakah Anda pernah berada di situasi dimana Anda sedang melakukan fasilitasi sesi diskusi atas suatu masalah atau peluang perbaikan dan kemudian ada pertanyaan yang kemudian mengubah semua arah diskusi ke arah yang tidak lagi positif? Saya yakin Anda pernah.

    Anda sedang membahas mengenai mengapa sebuah proses berjalan lebih lambat dari standar yang ada, dan kemudian muncul pertanyaan dari peserta diskusi: “siapa yang memperlambat?” atau tiba-tiba “apa solusinya?” tanpa memperjelas masalah apalagi akar masalahnya, atau “bagaimana kalau kita tingkatkan kedisiplinan?” yang langsung blame the people. (more…)

  • The View: Tahun Depan Saja Deh

    Seorang teman tiba-tiba ditelepon putrinya yang masih kecil di hari pertama puasa. Singkat cerita, putrinya yang kita sebut saja Lia ingin mengabarkan kalau ia merasa tidak kuat berpuasa dan menanyakan apakah boleh jika ia memulainya besok saja. Teman ini menjawab manis khas seorang ibu, “Jika suatu hari Lia akan masuk surga, kemudian Allah menanyakan apakah boleh kalau diundur sehari, dan hari ini di neraka dulu, bagaimana?”

    Setelah percakapan singkat dan sambil tersenyum, kemudian teman ini menyimpan kembali handphonenya. Saya cuma tersenyum, senang mendengar perumpamaanya dan sepertinya pas sekali. Ya, sekaligus saya tersenyum menemukan ide untuk kolom The View yang hampir melewati deadline.

    Selalu ada alasan untuk menunda memperbaiki kinerja proses dan produktivitas perusahaan. Ada kebutuhan lain yang lebih mendesak (classic: firefighting), ada kendala dengan sumber daya internal (classic: resources spread too thin), masalah kesiapan organisasi, dan banyak alasan lainnya. Banyak organisasi terjebak dalam fokusnya sendiri: “Tahun ini kita masih fokus ke penjualan deh. Perbaikan proses, tahun depan saja kita pikirkan.” Tahukah anda, alasan-alasan seperti ini akan selalu ada, bahkan di tahun depan, dimana anda berniat untuk memulai perbaikan proses yang tahun ini anda tunda. Padahal, tanpa anda ketahui, sebenarnya bisnis anda sudah memiliki segalanya untuk mulai menjalankan semua hal penting, tanpa harus mengorbankan satu sisi untuk mengoptimasi sisi lain.

    Inilah yang membedakan the winning companies dan the averages. Toyota yang diulas dalam edisi ini, ataupun banyak contoh kasus yang ditampilkan di Shift edisi lalu, semuanya meluangkan energi, waktu, fokus, dan sumber daya untuk upaya continuous improvement ini disamping fokus lain seperti pengembangan produk/inovasi, penjualan, pengembangan merek dll.

    Keputusan untuk menunda sebetulnya memiliki resiko. Resiko kehilangan value dan dampak positif yang seharusnya bisa anda raih di akhir tahun ini. Penghematan biaya dan peningkatan revenue yang seharusnya sudah bisa anda dapatkan tahun ini tertunda hingga tahun depan, itupun jika tidak ada alibi-alibi lain yang muncul di tahun depan. Well, saya jadi ingat quote dari Henry Ford: “Whether you think you can, or you think you can’t–you’re right.”

    Jadi bagaimana? Masih berpikir untuk menunda keuntungan besar hingga tahun depan?

    Tulisan juga dipublikasikan di Majalah Shift. GET IT FREE!

  • Cara Menghitung Ikan dalam Kolam

    Pernah suatu hari saya sedang menikmati kolam koi tetangga dengan belasan ikan koi-nya yang cantik dan air kolam yang jernih, sambil mendengarkan gemericik air terjun mini yang tujuannya sepertinya untuk memberi oksigen ke dalam kolam dan sekaligus bagian dari proses pembersihan dan sirkulasi air.

    Kemudian pemilik rumah datang dan menceritakan tentang kompleksnya sistem pembersihan kolam koi dia. Kebetulan dia seorang engineer (doktor lho!) dan sangat antusias jika sudah bicara tentang segala sesuatu berbau teknis. Kemudian saya bilang, “Ikannya banyak sekali ya, susah juga kontrol saat bersihkan kolam secara total.”

    Kemudian dia membalas dengan pasti “Ada 32 ekor, biasanya sih tidak perlu sampai total kering kolamnya untuk maintenance.”

    Kaget juga, “Kok bisa tahu ada 32 ekor, Pak? Gimana cara hitungnya?”

    “Gampang,” katanya, “saya foto, terus hitung aja di komputer pelan-pelan.”

    Aha! Ternyata gampang ya. Di kepala saya, terpikirnya dia harus cepat menghitungnya, atau minimal menghitung pas ikannya tidur dan tidak terlalu aktif berenang! 🙂

    Ternyata, solusi untuk masalah yang kita pikir adalah masalah kompleks terkadang sangatlah simpel!