Category: Current Issue

  • Apakah ini benar-benar sebuah masalah?

    Salah satu hal yang paling mengganggu saya adalah saat orang di sekitar saya mencoba menyelesaikan masalah apapun yang terlihat. Masalah di dunia ini sangat banyak, masalah di sekitar kita sangat banyak, masalah yang ada di meja kita sendiri saja sudah sangat banyak. Tetapi banyak yang merasa mereka harus menyelesaikan masalah-masalah yang sebenarnya tidak perlu diselesaikan, apalagi diributkan.

    Dari banyak referensi, saya merangkum 8 hal yang harus dijawab (more…)

  • Ke Mana Tuhan Saat Banjir?

    Tiap kali banjir, saya hampir selalu ingat satu cerita yang saya dengar di salah satu misa gereja. Tidak banyak pastor yang bisa membuat cerita ringan yang kemudian related ke topik Injil. Kebetulan, pastor yang saya tidak ingat namanya ini bisa. Kalau di dunia pelatihan, debrief-nya pas.

    Nah, pastor ini menceritakan cerita tentang mereka yang tertimpa musibah banjir. Cerita ini saya dengar sekitar 5-6 tahun lalu. Mungkin sebagian sudah pernah mendengarnya juga.

    Ada satu orang di sebuah kompleks perumahan yang malang tertimpa musibah ini. Orang ini adalah orang yang sangat-sangat taat beribadah pada Tuhan. Seorang religius lah, bahasa ringkasnya. Dia sangat percaya akan Tuhan.

    Karena tertimpa musibah ini, dia berdoa pada Tuhan, memohon bantuan dari Tuhan agar ia diselamatkan. Saat itu, air bergerak terus naik, lantai dasar rumah ini bahkan sudah ‘tenggelam’. Ia kemudian lari ke lantai 2 dan kemudian ke atap. Air sangat cepat naik, dalam hitungan jam air naik 3-4 meter. Mengerikan. Tak lama berselang, regu penyelamat datang dengan perahu karet, “Ayo, loncat ke perahu ini saja!”, tapi orang ini tidak mau, ia percaya Tuhan akan menyelamatkannya. Orang ini berdoa lagi pada Tuhan, meminta pertolongan. Air naik lagi.

    Datang lagi regu kedua yang sedang menyisir kompleks perumahan ini, “Ayo! Loncat ke perahu ini!”. Orang ini tidak mau. Ia percaya Tuhan akan menyelamatkannya. Sejam kemudian, perahu ketiga datang, lagi-lagi ia menolak.

    Akhirnya, air naik lagi dan ia tenggelam. Ia tidak bisa berenang! Akhirnya ia meninggal. Menyedihkan. Dalam perjalanan di alam sana, ia bertemu Tuhan, ia menangis dan bertanya mengapa Tuhan yang ia sayangi dan percayai tidak datang menyelamatkannya di saat ia membutuhkan.

    Tuhan berkata: “Saya mengirim perahu sampai 3 kali, tetapi kamu yang tidak mau diselamatkan!”

    Cerita ini ringan tapi pesannya dapat diterima 🙂 Bantuan Tuhan ataupun jeweran dari Tuhan bentuknya bisa tidak terbayangkan oleh kita, bentuknya bisa macam-macam. Cerita lain yang relevan juga adalah cerita Robohnya Surau Kami. Kapan-kapan akan saya summarize.

  • Ekspektasi dan Mengelola Ekspektasi

    Konsep mengelola ekspektasi atau harapan pelanggan itu sudah lama dibicarakan dan sudah jadi topik wajib kalau bicara subjek kepuasan pelanggan. Mengelola ekspektasi ini memang hal yang menurut saya sangat menarik. Paling lumrah terjadi adalah over promise — kemudian harapan atau ekspektasi pelanggan menjadi sangat tinggi — selanjutnya terjadi under deliver dan pelanggan marah bukan kepalang.

    Skenario itu yang sebenarnya paling sering terjadi. Yang menarik sebenarnya adalah kadang ekspektasi tersebut muncul diluar kendali kita. Pengetahuan, rumor, pengalaman sebelumnya, semuanya berpengaruh pada penciptaan ekspektasi tersebut. Ada yang positif dan ada yang negatif.

    Contoh paling sederhana adalah penerbangan. Coba kita bandingkan saja 2 maskapai dengan market share raksasa di 2 segmen berbeda, Garuda Indonesia dan Lion Air alias JT.

    Segmen GA punya persyaratan yang tinggi, umumnya mereka sudah sering menggunakan jasa penerbangan, dan juga seringnya menggunakan GA karena standar dari GA. Mereka yang kerap menggunakan JT juga bukannya tidak pernah terbang, Lion Air bukanlah yang awalnya make them fly. Pengguna JT juga sebagian terpaksa karena rute tersebut tidak gemuk dan dengan adanya JT saja sudah menciptakan “monopoli karena market size terbatas”.

    Yang sangat menarik adalah jika GA on time tidak ada yang puas, tapi jika telat 30 menit saja rasanya maskapai tersebut sudah berbuat dosa besar pada umat manusia. Padahal apakah kita pernah membaca janji mereka bahwa mereka akan on time? Tidak. Dalam semua marketing materials mereka, tidak pernah mereka memberikan janji tersebut.

    Janji mereka “hanyalah” berupa jadwal. Dan jadwal sangat tergantung banyak faktor yang sayangnya tidak menarik bagi si pelanggan. Misalnya faktor cuaca, kepadatan bandara, jam operasional bandara, kepadatan trafik di udara, on time performance penyedia meal dan avtur dll.

    Bagi pelanggan GA, on time adalah basic requirement yang tidak perlu lagi ditanyakan.

    Sementara itu, bukannya saya menjelekkan perusahaan lain, tapi sudah informasi umum kalau Lion Air sering sekali terlambat. Perlahan, karena informasi dan berita tersebut, harapan pelanggan kepada JT sudah rendah. Bagi mereka, on time adalah berkah. Telat adalah biasa. Malah ada plesetan bahwa LION itu adalah Late is Our Nature.

    Kemarin, dalam perjalanan kembali dari Yogyakarta ke Jakarta bersama rombongan, istri memberi kabar saking terkejutnya: Lion On Time!

  • Jangan Baca Kalau Mau ke Ciamis

    Tidak pernah terbersit dalam 29 tahun hidup saya, kalau saya akan menghabiskan beberapa malam di Ciamis. Mendengar namanya saja cuma akhir-akhir ini.

    Saya menghabiskan waktu 2 bulan di sana. Minggu dan Senin lalu. Terpaksa saya menggunakan kata bulan, karena di Ciamis, 1 hari itu memang seperti 30 hari. Waktu berjalan lebih lambat dari biasanya. Saya jadi percaya teori relativitas Einstein setelah berada di Ciamis. Itu sebabnya juga sih salah satu kegiatan ibu-ibu di desa seputaran Ciamis katanya adalah menyulam. Kegiatan apalagi yang bisa mengisi waktu yang panjang selain menyulam? Walaupun saya sedikit heran, karena di artikel yang saya baca, ibu ibu tersebut ngomong begini: “…dalam sehari paling banter dia hanya bisa menyelesaikan sulaman dua potong busana muslim. Itupun, kata dia, seandainya pengerjaannya tidak terganggu dengan kegiatan yang lain…”, ADA KEGIATAN LAIN APA?

    Kota ini teramat kecil. Catatan: tidak ada niatan sama sekali menghina kota kecil ini apalagi saya sendiri berasal dari satu kota kecil di tengah Sumatera, di mana listrik tidak selalu ada, dan semua orang menggali sumur sendiri untuk mendapatkan air. 🙂 Balik lagi soal Ciamis. Kota ini memang sangat kecil.

    Ada 2 jalan utama membentang: Jalan Sudirman dan Jalan Juanda, kalau tidak salah. That’s it. I told you. Kota kecil. Ujung jalan ini adalah Alun Alun Kota, atau dikenal juga dengan Taman Raflesia. Buat mereka yang suka jalan-jalan di Eropa, ini seperti nostalgia. Ini seperti Plaza atau Piazza. Semua orang berkumpul di sini! Beneran, pada sore hari itu, sepertinya semua penduduk Ciamis keluar dan berkumpul di alun-alun ini.

    Saya bahkan terpikir bahwa kebagian tugas sensus penduduk di Ciamis paling gampang. Sore-sore ke alun-alun saja, hitungin jumlah orang, kemudian tungguin di pinggir jalan dan hitung jumlah motor mobil yang lewat. That’s it.

    Kalau mau berbelanja, di sini cuma ada beberapa pilihan. Ada CiMall, yak Mall! Ciamis Mall. Isinya cuma GIant dan bbrp toko kecil lain (<10), dan ajaibnya sore itu saya, Ike, dan Aiden tiba jam 17.40. Begitu masuk langsung muncul pengumuman kalo akan tutup jam 18.00, harap segera ke kasir (-.-“)

    Tempat belanja paling beradab adalah Yogya. Ini adalah timezone. Masuk ke Yogya ini, kita seperti masuk ke abad 21. Begitu keluar, kita kembali mampir ke tahun 1981. Yak, seperti terlahir kembali agaknya.

    Saya ngga cocok sama sekali tinggal di Ciamis. Ambisi, energi, semangat hidup tersedot oleh monumen raflesia raksasa di alun-alun. Monumen setinggi 3 meter ini hanya pada waktu tertentu menghibur lewat air mancurnya. Dari atas monumen ini, kita mungkin bisa melihat satu Ciamis. Note: tidak bisa dipanjat karena sudah dipagar. Saya yakin dulu ada yang pernah mencoba melihat satu Ciamis dari sini.

    Satu-satunya high point Ciamis adalah saya bisa melihat Aiden ceria dengan Delman Domba 🙂

    Screen Shot 2013-09-25 at 8.32.25 PM

     

    Ciamis ini cuma cocok untuk beberapa orang:

    1. Mereka yang ingin merasakan kesunyian dan bertapa. Karena Bali is too mainstream.
    2. Mereka yang ingin memikirkan kembali arti hidup mereka sejauh ini.
    3. Mereka yang tinggal di hutan dan ingin sedikit mencicipi peradaban.
    4. Mereka yang memang aslinya dari Ciamis.
    5. Mereka yang karena tuntutan tugas berbakti pada nusa dan bangsa harus ditempatkan di sini.

    Ini adalah review jujur atas Kota Ciamis ini. Mudah-mudahan kota ini bisa berkembang nantinya. Tapi, saat ini saya sedang memikirkan apa yang akan saya lakukan minggu depan saat kembali ke Ciamis Manis.

  • “…Being an Atheist is Alright…”

    Seorang teman tweet link ini kemarin. Tulisan pendek tersebut singkat (namanya aja ‘pendek’) namun penuh makna. Sisi universalisme yang disampaikan Paus Fransiskus menurut saya sangat tepat. Sudah sering kita dengar si A merasa benar dan otomatis jika A benar maka B salah. Sesesorang bisa memuja agamanya berlebihan dan kemudian menyatakan agama lain salah. Bahkan sampai bisa berbuat berlebihan hanya untuk melawan mereka yang tidak seagama dan tidak sepandangan. Padahal masing-masing belum tentu benar.

    Saya tidak sanggup membaca buku Ajahn Brahm yang berat, tapi kalau dari buku ‘Si Cacing dan Kotorannya’ yang ringan, kurang lebih makna universal yang sama juga ada. Tidak mengikuti Buddha dalam konteks menjadi seorang Buddist sama tidak salahnya dengan tidak mengikuti Yesus dalam konteks menjadi seorang Katolik.

    Ini penggalan yang saya kutip dari artikel di The Independent.

    He told the story of a Catholic who asked a priest if even atheists could be redeemed by Jesus.

    “Even them, everyone,” the pope answered, according to Vatican Radio. “We all have the duty to do good,” he said.

    “Just do good and we’ll find a meeting point,” the pope said in a hypothetical conversation in which someone told a priest: “But I don’t believe. I’m an atheist.”

    Saya juga suka dengan pemilihan metafora ‘meeting point’ yang disampaikan Paus. Intinya, we all have the duty to do good. Have a blessed weekend!