Common Sense, Nonsense, and Everything in Between

Ke Mana Tuhan Saat Banjir?

Tiap kali banjir, saya hampir selalu ingat satu cerita yang saya dengar di salah satu misa gereja. Tidak banyak pastor yang bisa membuat cerita ringan yang kemudian related ke topik Injil. Kebetulan, pastor yang saya tidak ingat namanya ini bisa. Kalau di dunia pelatihan, debrief-nya pas.

Nah, pastor ini menceritakan cerita tentang mereka yang tertimpa musibah banjir. Cerita ini saya dengar sekitar 5-6 tahun lalu. Mungkin sebagian sudah pernah mendengarnya juga.

Ada satu orang di sebuah kompleks perumahan yang malang tertimpa musibah ini. Orang ini adalah orang yang sangat-sangat taat beribadah pada Tuhan. Seorang religius lah, bahasa ringkasnya. Dia sangat percaya akan Tuhan.

Karena tertimpa musibah ini, dia berdoa pada Tuhan, memohon bantuan dari Tuhan agar ia diselamatkan. Saat itu, air bergerak terus naik, lantai dasar rumah ini bahkan sudah ‘tenggelam’. Ia kemudian lari ke lantai 2 dan kemudian ke atap. Air sangat cepat naik, dalam hitungan jam air naik 3-4 meter. Mengerikan. Tak lama berselang, regu penyelamat datang dengan perahu karet, “Ayo, loncat ke perahu ini saja!”, tapi orang ini tidak mau, ia percaya Tuhan akan menyelamatkannya. Orang ini berdoa lagi pada Tuhan, meminta pertolongan. Air naik lagi.

Datang lagi regu kedua yang sedang menyisir kompleks perumahan ini, “Ayo! Loncat ke perahu ini!”. Orang ini tidak mau. Ia percaya Tuhan akan menyelamatkannya. Sejam kemudian, perahu ketiga datang, lagi-lagi ia menolak.

Akhirnya, air naik lagi dan ia tenggelam. Ia tidak bisa berenang! Akhirnya ia meninggal. Menyedihkan. Dalam perjalanan di alam sana, ia bertemu Tuhan, ia menangis dan bertanya mengapa Tuhan yang ia sayangi dan percayai tidak datang menyelamatkannya di saat ia membutuhkan.

Tuhan berkata: “Saya mengirim perahu sampai 3 kali, tetapi kamu yang tidak mau diselamatkan!”

Cerita ini ringan tapi pesannya dapat diterima 🙂 Bantuan Tuhan ataupun jeweran dari Tuhan bentuknya bisa tidak terbayangkan oleh kita, bentuknya bisa macam-macam. Cerita lain yang relevan juga adalah cerita Robohnya Surau Kami. Kapan-kapan akan saya summarize.

Common Sense, Nonsense, and Everything in Between