Banyak yang suka bilang “coba saja kalau kamu di posisi saya” something like “in my shoes” kinda thing. Menurut saya, request ini tidak serta merta membuat kita dapat berpikir di posisi yang diminta tersebut. Dulu, sebelum punya istri dan anak, saya jarang punya weekend. Biasanya, saya “ngantor” di laptop sampai malam.
Hari biasa juga rasanya tidak ada yg namanya jam kerja. Enjoy sekali. Kadang suka kesal saat rekan kerja tidak mengikuti irama ini. Pernah ada yang mengatakan ke saya kalau ini wajar karena rekan saya sebagian berkeluarga. Tapi saya berargumen kalau ini soal komitmen 🙂 Mentor saya meminta saya untuk membayangkan kalau saya berada di situasi seperti rekan saya. Saya bilang jika saya adalah dia maka saya akan menyelesaikan pekerjaan ini dan baru kemudian bermain dengan anak.
Well, you can’t be in their shoes if you never had that shoes before!
Sekarang bagaimana? I do not need to spell it for you. 🙂
Case ini terjadi di banyak sekali situasi. Misalnya saja saat baru pertama kali mulai kerja, saya dan teman-teman di perusahaan pertama suka menertawakan atasan dan boss yang tiap sebentar meeting. Kita bilang mereka ngga kerja dan cuma bisa meeting.
Sekarang? Saya paham kenapa meeting itu penting sekali.
Lantas, karena kita sudah berada di dua posisi, ini saatnya untuk sedikit bijaksana pula 🙂 Kita sekarang tahu bahwa lawan bicara kita mungkin tidak pernah di situasi kita dan sangat mungkin dia tidak paham situasinya. Kita juga bisa memahami kenapa dia tidak memahami situasi kita. See?
Hmmm jadi ribet. Off i am!